Perwira Muda Berpotensi

GKR Bambang Hadijokowaluyo, berdasarkan database keraton adalah putra pasangan KP Haryo Hadipati Danuredjo, mahapatih keraton Jogja dengan ibu putri dari Hamengkubuwono VII yang bernama GKR Candrakirono. Lahir di Yogyakarta pada tanggal 23 Februari 1928 dan merupakan anak ke 4 dari 8 bersaudara. GKR Bambang Hadijokowaluyo besar dan tumbuh dalam lingkungan keraton Jogja dan Surakarta.

Ketika berusia 18 tahun beliau sudah aktif dalam kegiatan sosial dan masyarakat, terutama kegiatan yang menyangkut kemerdekaan dan aktifitas perjuangan. Karena berbagai kegiatannya inilah beliau sering berurusan dengan pemerintahan Belanda dan pemerintahan Jepang. Sempat mendekam selama 7 hari di tahanan Gianfu Kediri karena aktifitasnya itu, namun tidak menyurutkan semangat beliau untuk terus ikut dalam pergerakan kemerdekaan.

Semasa remaja beliau dikenal sangat bandel dilingkungan keluarga keraton Surakarta, bahkan dilingkungan keraton beliau mendapat sebutan kanjeng Bedul. Karena seringnya beliau membuat masalah. Dari mulai perkelahian sampai dengan rusaknya berbagai pusaka keraton tdak lepas dari perbuatan beliau. Karena dianggap terlalu hiperaktif, beliau bersama kakaknya GKPA Bambang Hadisuwarjo diungsikan ke pesantren kakeknya GKR Hadiprawiro Dirgo. Namun beliau hanya bertahan satu bulan dan nekat kabur meninggalkan pesantren menuju semarang untuk bergabung dengan laskar Pejuang 45 dibawah komando Letkol TB Simatupang.

Sempat dicari oleh pihak keraton dan berhasil dibawa kembali pulang, hanya butuh waktu satu bulan beliau sudah melarikan diri lagi ke Blitar untuk ikut dalam gerakan Pelajar Nusantara yang waktu itu mempunyai misi menyatukan Indonesia. Beliau disana aktif sebagai Seksi pengumpulan informasi persiapan kemerdekaan (PIPK).

RIWAYAT PENDIDIKAN :
berdasarkan manuskrip keraton riwayat pendidikan beliau :
  • HIS di Yogyakarta tahun 1934 - 1939
  • MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Yogyakarta tahun 1939 - 1941
  • AMS (Algeme(e)ne Middelbare School)di Semarang (tidak lulus) 1944 dilanjutkan AMS Jogja tidak lulus 1944 dan bisa menyelesaikan AMS pada tahun 1945 di Surabaya.
Pada tahun 1945 beliau bergabung dalam tentara pelajar dan sempat mendapatkan pendidikan kemiliteran selama 1 tahun di sekolah Badan Keamanan Rakyat (BKR) dengan jurusan Infantri darat, dan lulus dengan pangkat awal Letnan Dua (Letda). Sempat terjadi konflik dilingkungan keluarga keraton karena salah satu putra keratonan bergabung menjadi milisi, tentangan keras dilayangkan pihak keraton terhadap Panglima BKR waktu itu namun entah mengapa seiring waktu pihak keraton tampaknya mengijinkan beliau aktif di kemiliteran.

PERISTIWA DJOKO SONGO 1948
jika berbicara mengenai peristiwa Djoko Songo yakni gugurnya 9 tentara pelajar dalam membela tanah air tidak lepas dari nama GKR Bambang Hadijokowaluyo yang dikenal oleh lingkungannya dengan sebutan mas Yadi. Beliau termasuk dalam 9 tentara pelajar korban yang tewas, 3 diantaranya adalah kerabat keraton Solo dan Jogja. Maka dari itu pihak keraton berinisiatif mendirikan tugu monumen peristiwa Djoko Songo (meninggalnya 9 perjaka) di daerah Solo dan Surakarta. Baru pada tahun 1955 pemerintah berinisiatif memindahkan makam para pahlawan termasuk beliau ke area Taman Makam Pahlawan Karanganyar Djoko Songo.

Saat peristiwa itu beliau berusia sekitar 20 tahunan, sedangkan peristiwa itu terjadi pada masa transisi perebutan kembali Indonesia dari pemerintah Jepang oleh pihak sekutu yang diboncengi Belanda.

Saat kejadian beliau bersama 15 orang tentara pelajar lainnya hendak pulang ke kamp perjuangan Indonesia, robongan beliau melewati daerah matesih (sekarang pasar Matesih). Rombongan tersebut sempat bertemu dengan pasukan Belanda. Terjadi baku tembak sengit yang berlangsung selama 30 menit. Akhirnya pasukan tentara pelajar berhasil memukul mundur pasukan Belanda. Rupanya pasukan Belanda yang tersisa sempat mengontak markas pusatnya di Surakarta meminta bantuan personil, Beliau yang saat itu menjadi komandan peleton tentara pelajar Divisi 1 tidak langsung beranjak pergi dari lokasi namun tinggal sementara di Matesih untuk mengamankan keadaan yang saat itu sedang rusuh.

Setelah keadaan sedikit tertanggulangi, beliau dan pasukan tentara pelajar lainnya melanjutkan perjalanan melewati karangpandan. Saat itulah terjadi pengepungan oleh personel Belanda yang menurunkan 5 Brigade. Walaupun kalah jumlah 16 orang tentara pelajar melawan sekitar 300 personel Belanda bersenjata lengkap, namun tentara pelajar terus mengadakan perlawanan.

7 orang tentara pelajar berhasil meloloskan diri dan selamat dari kepungan tentara Belanda. Sisanya 9 orang termasuk Beliau bertahan di KALI SWALUH sebagai benteng brigade. Belanda tidak hilang akal serdadu Belanda meneropong jika mereka melihat sasaran pesawat terbang mereka akan merendah di sekitar sasaran, dengan segera daerah itu akan di bom dan dijatuhi tembakan yang bertubi-tubi. Begitu pula dengan kesembilan Tentara Pelajar yang bersembunyi mereka segera dihujani tembakan, sehingga dalam waktu yang bersamaan kesembilan jejaka itu mati bersama di tempat yang sama termasuk beliau.

Akhirnya kesembilan jenazah itu dibawa ke poliklinik matesih yang sekarang bernama PUKESMAS MATESIH, Hanya dengan diusung menggunakan bambu beratas tikar. Kemudian dimakamkan disekitar pasar Matesih.Pada tahun 1955, 9 pahlawan yang dimakamkan di selatan pasar matesih di pindah ke Taman Makam Pahlawan Karanganyar.merupakan tempat kumpulan pahlawan se-Karanganyar yang merupakan pahlawan yang di kenal.Daftar Tentara Pelajar yang Gugur di daerah Matesih dan sekitarnya pada perang Mempertahankan Kemerdekaan.

1. Lakstoto
2. Moeryoto
3. Roesman Lilik
4. Soepriyadi
5. Soenarto
6. Slamet
7. Soekoto
8. Salam Hasyim
9. Waloeyo
(GKR Bambang Hadijokowaluyo - mas yadi)

Oleh pihak keraton beliau mendapatkan penghormatan dan masuk dalam pahlawan keraton yang membela bangsa. Beliau meninggal di usia yang masih muda. Prinsip dan keinginan beliau untuk membela tanah air menjadi dasar bagi pihak keraton Hamengkubuwono dan Pakualam selanjutnya untuk ikut terus berjuang membela tanah air. Nama beliau masih dikenang sampai hari ini sebagai salah satu dari kerabat keraton yang gugur dan sebagai salah satu pejuang Tentara Pelajar yang berjuang sampai titik darah penghabisan.

Jika anda berkunjung ke Solo dan melihat tugu Djoko Songo disitu tertulis :


Kami 9 pemuda mati muda
Kami yang menolak penjajahan bangsa atas bangsa
Dan kami gugur di tengah perang kemerdekaan bangsa

Kami rela mati muda
Demi kekalnya Merah Putih Bendera Pusaka
Biarlah Kami mati
Asalkan Meninggalkan arti

Ayo Pemuda Pelajar generasi Muda
Teruskan Garis-garis Pengorbanan
Kebaktian Kami demi Keagungan
Hari depan Tanah kelahiran Kita ini
Untuk Kemakmuran, Keadilan dan Kokohnya persatuan Rakyat

Indonesia Semesta yang dibakar Semangat Juang
Yang dijadikan api nilai Pancasila
Yang Dilandasi UUD 1945
Dan yang di Ridhoi Tuhan Yang Maha Esa.